STAI Miftahul Ulum Tarate Pandian Sumenep

STAI Miftahul Ulum Tarate Pandian Sumenep
Inovasi Menembus Batas Dunia - Menuju Institut Terkemuka di Madura

Artikel Terkini 07 Mar 2020
By MEDIA CENTER STAIM TARATE

Membudayakan Banyak Mendengar Dari Pada Banyak Bicara

Membudayakan Banyak Mendengar Dari Pada Banyak Bicara

Oleh: Dedi Eko Riyadi HS, M.Pd.I*

(Dosen Prodi PGMI STAIM Tarate Sumenep)

 

          Guru di lingkungan sekolah atau di luar lingkungan sekolah tugas utamanya adalah mengajar dan mendidik anak. Mendidik tidaklah sama dengan mengajar. Mengajar adalah proses menyampaikan ilmu pengetahuan kepada orang lain untuk memperkaya wawasan atau menyampaikan informasi kepada orang lain tentang sesuatu yang masih belum diketahui orang lain tersebut. Sedangkan mendidik adalah disamping dia menyampaikan ilmu pengetahuan juga menjadi Uswah hasanah yaitu figur yang selalu dicontoh anak didik atau orang lain baik berupa perkataannya, cara berfikirnya, cara hidupnya dan seluruh sikapnya. Oleh karena itu pendidik mempunyai peranan dan tugas yang lebi berat dari pada hanya menjadi seorang pengajar. Karena semua kepribadiannya adalah menjadi contoh bagi anak didiknya dan orang lain.

            Ada hal penting yang perlu ditanamkan dan dicontohkan oleh guru sebagai pendidik bahkan hendaknya dijadikan budaya yang terus melekat pada kepribadian anak didik yaitu “banyak mendengar dari pada banyak berbicara”. Diakui atau tidak hampir seluruh manusia mereka akan lebih suka banyak berbicara dari pada banyak mendengarkan. Mereka akan lebih banyak ingin di dengar akan apa yang dia bicarakan dari pada mendengarkan orang lain berbicara. Padahal lebih banyak mendengar sebenernya lebih baik dari pada banyak berbicara. Dan hal inipun ternyata masih melekat kepada sorang guru.

Guru akan lebih banyak berbicara dihadapan anak didiknya, tanpa berfikir apakah yang ia bicarakan itu menarik atau tidak, atau bahkan sebaliknya anak didik merasa bosan dengan banyak pembicaraan yang disampaikan guru, karena rasa takut dan sungkan yang dirasa anak didik sehingga anak didik tidak berani menampakkan. Ini adalah fenomena yang sangat berbahaya, dan tanpa disadari sikap guru seperti ini mudah dicontoh oleh anak didiknya sehingga merekapun akan banyak bicara dan enggan untuk banyak mendengarkan orang lain berbicara.

            Tulisan yang sangat sederhana ini penulis akan menyampaikan beberapa hal yang menjadi peneyebab kenapa guru masih banyak berbicara dari pada mendengarkan anak didik dan mendengarkan curahan hati anak didik. Diantara faktor guru masih banyak berbicara dihadapan anak didik adalah sebagaimana berikut: (1) Guru masih mengangap dirinya labih tau dan lebih pintar dari muridnya. Padahal dalam mendidik, bukan masalah pintar dan bodoh tapi kemampuan guru sebagai pendidik menguak potensi anak didik sehingga anak didik menjadi tau dan sadar akan skill atau potensi yang dimilinya. Paradigma berfikir seperti ini, yang menganggap dirinya lebih pintar dari muridnya akan menyebabkan guru labih banyak berbicara dari pada mendengarkan anak didik, akhirnya metode guru dalam menyampaikan materi pelajaran mengarah kepada metode ceramah. Dalam metode ceramah ini, guru akan menjadi orang yang banyak bicara dan anak didik hanya diam mendengarkan. Akibatnya  potensi anak didik akan sulit ditemukan. Karena mereka tidak mempunyai ruang untuk menyampaikan aspiransinya, tidak mempunyai ruang untuk menyampaikan uneg-unegnya, tidak mempunya ruang untuk menyapaikan keluh kesahnya. Padahal salah satu kunci potensi anak didik akan muncul adalah apabila anak didik mempunyai kebebasan dalam bersuara, mempunyai kebebasan akan menyapaikan pendapatnya, mempunyai kebebasan akan menyampaikan keluh kesahnya kepada guru. (2) kurang mengedapankan kedekakatan emosi dengan anak didik. Guru berfikirnya adalah orang yang tugasnya hanya menyampaikan ilmu kepada anak didik tanpa memperhatikan kedekatan emosional mereka dengan anak didik. Padahal ilmu itu akan mudah diserap oleh anak didik apabila anak didik nyaman di lingkungan sekolah, anak didik merasa nyaman ketika berhadapan dengan guru, anak didik merasa bahwa gurunya adalah sebagai orang tuanya di lingkungan sekolah, sehingga anak didik tidak mempunyai skat atau batas dalam menyampaikan segala isi hatinya, problemnya, masalah kepada gurunya. Seharusnya kedekatan emosional antara guru dan anak didik menjadi perhatian penting dan utama yang harus dibangun di lingkungan sekolah dengan anak didiknya. Karena kedekatan emosional ini akan membuat anak didik nyaman dengan gurunya, sehingga dengan sendirinya anak didik mudah menerima ilmu pengetahuan bahkan anak didik akan terus terpompa dirinya untuk terus belajar dan belajar.

            Berikut adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan guru atau pendidik agar bisa berbuat lebih banyak mendengarkan dari pada banyak bicara:

            Pertama, Menganggap menarik terhadap bahan pembicaraan dengan anak didik atau orang lain. Sudah menjadi fakta di lapangan, bahwa ketika guru masuk ke dalam kelas berhadapan dengan siswa maka guru akan cenderung berbicara banyak bahkan dia akan lebih banyak berbicara tentang dirinya yang dianggap menarik. Guru kadang belum sempat intropeksi apakah yang disampaikan kepada anak didiknya itu memang benar-benar menarik bagi anak didiknya atau malah hanya dia gurunya saja yang menganggap menarik!, padahal dalam realitsnya, anak didik kurang tertarik dengan apa yang dia sampaikan. Salah satu agar timbul rasa tertarik akan bahan pembicaraan dengan anak didiknya, guru harus pandai mengusik anak didik untuk berbicara dengan pembicaraan yang bisa menarik dirinya dan anak didik senang menyampaikan pembicaraannya. Guru harus pandai mengambil tema atau bahan yang membuat kedua antara anak didik dan guru senang terutama dianggap menarik oleh guru, dengan seperti inilah guru akan senang mendengarkan anak didik berbicara.

            Kedua, Ada niat atau kometmen dalam diri guru untuk belajar kepada anak didik. Kita tau bahwa belajar itu tidak mengenal waktu dan usia, tidak mengenal status atau kedudukan, semuanya dituntut belajar selama kita masih hidup. Bahkan Nabi mengajarkan kita “menuntut ilmu itu mulai sejak lahir sampai masuk ke liang lahad”. Jabatan guru bukan berarti tugas belajarnya selesai, sekalipun guru tugasnya mengajar itu hanya sebatas mengajar apa yang belum anak didik tau, guru sejatinya harus belajar juga kepada siapapun saja bahkan kepada anak didik. Karena di dalam diri anak didik terkandung segudang pengalaman dalam hidupnya yang belum tentu dialami oleh guru. Guru hanya labih awal tau akan ilmu pengetahuan tertentu karena dia lebih awal belajar. Dengan kesadaran seperti inilah guru nantinya lebih banyak mendengar apapun saja kaitannya dengan pengalaman anak didik.

            Ketiga, Guru harus menghentikan kebiasaan buruk dalam berbicara. Guru terkadang melakukan sesuatu yang buruk dengan anak didik tanpa disadari. Seperti suka nyeletuk ketika anak didik menyampaikan pendapat atau uneg-unegnya di dalam kelas, suka memotong pembicaraan anak didik jika tidak sesuai dengan pemahaman guru, suka berbicara tanpa jeda dihadapan anak didik dan sikap sikap lain yang bersifar tidak baik. Merubah anak didik harus di mulai dari merubah diri guru terlebih dahulu. Guru harus memulai banyak belajar komunikasi yang baik dengan anak didik dan belajar banyak mendengarkan.

            Keempat, hendaknya kalimat berikut selalu diingat dan menjadi jiwa seorang guru: “banyak mendengar, banyak belajar” kata kata ini hendaknya dijadikan prinsip yang senantiasa tertanam dalam diri guru. Dengan banyak mendengarkan anak didik berbicara dan menyampaikan pendapatnya, guru akan bisa belajar kepada mereka tentang banyak hal. Dengan banyak bicara akan menutup ruang untuk belajar. Bahkan tidak menutup kemunkinan banyak bicara hanya akan mengundang mala petaka pada diri sendiri. Sehingga kata nabi “berbicaralah jika baik, kalau tidak maka diamlah”. Dengan banyak mendengar, guru sudah menerapkan rasa syukur denga diciptakannya dua telinga dan satu mulut. Allah menciptakan kita dua telinga denga satu pelajaran kita hendaknya banyak mendengar, dan Allah menciptakan satu mulut satu pelajaran untk tidak banyak berbicara.

            Diakhir tulisan ini, penulis menyampaikan bahwa bukan berarti guru tidak berbicara sama sekali, namun bagaimana pembicaraan seorang guru berkualitas, pembicaraan yang jujur, pembicaraan yang dapat membakar anak didik untuk selalu belajar dan belajar.

Wallahu’alam

 

Kepala LPM

STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep

           Kamis, 05 Maret 2020

 

INFORMASI KAMPUS :

STAI Miftahul Ulum Tarate Pandian Sumenep
Menuju Institut Terkemuka di Madura

Jalan Pesantren No 11
Tarate Pandian Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur - Indonesia
Telp : +62 878 - 7030 - 0328 / WA : +62 81 776 - 883 -730 / +62 823 - 3483 - 4806

Website : http://www.staimtarate.ac.id

E-mail 1 : official@staimtarate.ac.id 

E-mail 2 :  staimtarate.official@gmail.com

 

SOSIAL MEDIA

AGENDA KEGIATAN

AGENDA

LAUNCHING RUMAH JURNAL DAN WORKSH