Oleh: Moh. Musfiq Arifiqi
(Dosen Prodi Ekonomi Syariah STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep)
Etika berangkat dari satu asumsi terkait benar, salah, baik dan buruk, yang dianut oleh sekelompok tertentu. Begitupun etika bagi para pelaku bisnis dibutuhkan untuk membangun relasi atau hubungan antar stekholdernya. Beriring dengan berkembangnya dunia bisnis menuntut kita untuk tetap menjaga nilai-nilai etika bisnis. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Perusahaanan harus menyadari bahwa prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku di suatu lingkungan tertentu.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan atau mitra kerja, pemegang saham dan masyarakat. Oleh sebab itu kita sebagai ekonom islam seharusnya mampu mengembalikan eksistensi dari praktik binis jual beli yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satu contoh mendasar yang diajarkan oleh Nabi kita yaitu dengan mengedepankan prinsip kejujuran dalam berbinis.
Namun, Akhir-akhir ini banyak sekali kita temui perkembangan macam-macam bentuk transaksi jual beli dalam dunia bisnis. Hal ini semua merupakan tantangan baru bagi kita selaku para ekonom islam untuk menjunnjung nilai etika dalam berbisnis. Saat ini, tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar. Kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis utamanya di Indonesia. Contoh mendasar yang sekarang ini banyak terjadi yaitu adanya bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar (baca: praktik Indomaret, Alfamaret dan sebagainya). Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Faktor-faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan melakukan berbagai peghalalan cara.
Bisnis modern ini merupakan realitas yang sangat kompleks. Hal ini tidak hanya terjadi pada bisnis mikro, namun juga makro. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Diantara faktor yang banyak menentukan perkerkembangan bisnis, yaitu faktor kegiatan sosial. Bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Karena bisnis merupakan kegiatan sosial yang di dalamnya terlibat banyak orang, bisnis dapat dilihat sekurang-kurangnya dari 3 sudut pandang yang berbeda, antara lain: sudut pandang ekonomi, sudut pandang etika dan sudut pandang hukum.
Dilihat dari sudut pandang ekonomis, bisnis adalah kegiatan ekonomis. Hal yang terjadi dalam kegiatan ini antara lain tukar menukar, jual beli, memproduksi, memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Namun, perlu diingat pencarian keuntungan dalam kegiatan berbisnis tidak hanya sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi sosial. Pada kenyataannya, banyak pelaku bisnis di Indonesia tidak memikirkan tentang hal tersebut. Mereka lebih cenderung untuk mencari keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kerugian pihak lain (publik). Pada sudut pandang yang pertama (sudut pandang ekonomis) perlu ditambahkan juga sudut pandang etika dan moral. Dengan demikian para pelaku bisnis akan bertindak bukan hanya pemenuhan kepuasan pribadi, melainkan juga perlu memperhatikan dampak aspek yang terjadi pada kehidupan sosial lainnya, dalam bahasa lainnya yaitu maslahah mursalah (kesejahteraan bersama).
Kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah bisnis yang bermoral dan beretika. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral utamanya moral keislaman.
Bisnis juga terikat dengan hukum, baik pemerintah ataupun hukum agama. Bisnis tidak semerta-merta bebas dari segala aspek hukum. Artinya bebas tersebut, bisnis harus ada yang memanage. Seperti, pertumbuhan pasar binis yang sangat meningkat saat ini terjadi pada Alfamart dan Indomart, keduanya ini merupakan pasar modern yang kita pandang akan menyaingi bahkan akan mematikan pasar tradisional nantinya. Sebelum terjadinya perkembangan keduanya yang mungkin nantinya akan tumbuh merajalela ke pelosok-pelosok desa, maka di sini peran pemerintah sangatlah urgen sebagai pemangku kebijakan. Dengan adanya kebijakan pemerintah terkait masalah pengalokasian pasar tersebut, semisal pengadaan larangan untuk membuka bisnis tersebut (Alfamart dan Indomart) di tempatkan berdekatan dengan pada pasar tradisional, pengendalian harga dan lain-lain. Hal ini mungkin menjadi salah satu solusi efektif untuk membangun bisnis yang beretika dan bermoral.
Berdasarkan beberapa tindakan kegiatan bisnis yang dianggap kurang sesuai dengan etika, setidaknya kita mampu memberikan solusi konstuktif untuk membangun bisnis yang lebih beretika. Semisal menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika ada yang melanggar aturan secara umum mengenai etika yang berlaku, semisal tidak jujur, lebih mementingkan kepribadian, permaian harga dan lain-lain. Maka hal tersebut akan dikenakan sangsi hukum sesuai dengan kesepakatan bersama antar pembisnis atau regulasi dari pemerintah.
Disamping itu, solusi lain yang juga perlu kita tanamkan dalam diri seorang pembisnis adalah “kejujuran”. Karena dengan mengedepankan prinsip kejujuan bisnis akan tetap terjaga dan bahkan akan berkembang sesuai dengan penerapan aturan etika dan norma yang ada. Hal ini sudah jelas dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. dalam praktik bermuamalah, sehingga beliau dikenal dengan julukan al-Amin. Setidaknya ada lima pilar untuk mewujudkan etika bisnis dalam islam yaitu, prinsip kebersamaan (Tauhid/Unity), prinsip keseimbangan (Equilibrium/Adil), kehendak bebas (Free Will), tanggung jawab (Responsibility), kebenaran (kebajikan dan kejujuran).
Oleh karena itu, tindakan etika seorang pembisnis sangat berpengaruh pada bisnis yang dimilikinya. Hal ini menjadi barometer kita bersama dalam berbisnis, bahwa keberadaan etika berbanding lurus dengan frukktuasi suatu bisnis. Bisnis akan tetap berjalan lancar dan bahkan akan berkembang, akan ditentukan oleh pemilik bisnis tersebut (manager), karena pemilik merupakan pemangku utama dalam perjalanan bisnis. Pembisnis yang baik adalah pembisnis yang bukan hanya mementingkan kepentingan pribadinya melainkan kepentingan umum juga menjadi perhatian yang utama (maslahah al-mursalah).
Informasi Kampus :
STAI Miftahul Ulum Tarate Pandian Sumenep
Menuju Institut Terkemuka di Madura
Jalan Pesantren No 11
Tarate Pandian Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur - Indonesia
Telp : +62 878 - 7030 - 0328 / WA : +62 81 776 - 883 -730 / +62 823 - 3483 - 4806
Website : http://www.staimtarate.ac.id
E-mail 1 : official@staimtarate.ac.id
E-mail 2 : staimtarate.official@gmail.com
SOSIAL MEDIA
Maaf Belum Tersedia
Maaf Belum Tersedia